It's As Important As The Other
Hai!
Kali ini gue mau mencoba sharing tentang mental health dan pengalaman diri gue seputar hal ini, kok bisa-bisanya gue tertarik sama isu psikologis kayak gini padahal bidang yang gue geluti jauh dari ini hehe. Sebenernya cukup malu sih gue cerita, tapi gue percaya sharing is caring. Gue beberapa kali udah mau posting tentang ini, tapi berkali-kali itu pula gue urungkan karena takut. Takut melihat reaksi orang ketika membaca tulisan gue, takut gue dikira cari perhatian, takut gue dibilang lebay, takut orang jadi berubah pandangan jadi jijik atau kasihan ke gue setelah tau sisi diri gue yang ini, dan berbagai macam ketakutan lain yang ada. I do still care apa pendapat netizen soalnya hehe karena gue takut kalau orang udah judge yang gimana-gimana di awal, pesan yang gue sampaikan jadi kurang tersampaikan.
Terus kenapa akhirnya gue jadi mau untuk nulis tentang ini? Jadi, beberapa hari kemarin gue baru banget main sama seseorang, nonton ke bioskop sih lebih tepatnya. Nah, di film itu ada adegan kalau salah satu pemerannya mengalami anxiety disorder. Reaksi orang yang nemenin gue nonton ini terkesan kayak "merendahkan" atau mencibir gitu lah terhadap keadaan anxiety yang disebut dalam film itu. Di situ gue sebel banget, asli hahaha. Entah sih dia beneran bereaksi seperti itu atau mungkin gue yang salah tangkep aja kali ya hehe. Tapi, gue sekarang jadi kesel aja gitu sama orang-orang yang menganggap remeh mental health ini, mengejek orang-orang yang concern about it. Bukan, bukan karena mereka ngeledekin gue, gue sih santai aja selama gue melihat kalau maksud mereka bercanda (bukan beneran merendahkan atau mengolok yang menjatuhkan), tapi gue kesel karena gara-gara mereka kayak gitu tuh gue jadi mikir "Apa iya lo harus mengalami disorder dulu baru bisa menghargai orang lain?".
Ada lagi kisah lain yang baru saja gue alami. Jadi, gue berada dalam sebuah perkenalan perusahaan yang sedang membuka lowongan untuk pekerjaan di bidang kesehatan. Perusahaan ini mengharuskan para calon kandidatnya untuk membuat sebuah video yang berisikan tentang ide si calon kandidat untuk meningkatkan kualitas sistem kesehatan di Indonesia. Lalu, terjadi lah percakapan seperti ini.
Pihak perusahaan: "Yap. Jadi coba kalian pikirkan dulu ya ide apa yang sekiranya bisa membantu meningkatkan kualitas sistem kesehatan di Indonesia. Tidak usah mencari kasus sulit, bisa dimulai dari kasus kesehatan yang ada di sekitar kalian."
Gue : "Kesehatan.......berarti kesehatan mental juga bisa nggak sih?"
Temen: "Hahahaha kesehatan mental, lu dong, Cik? Kalau boleh tentang kesehatan mental, gue bikin ide tentang lu aja deh. Hahaha"
Gue: *kaget tapi abis itu ketawa sih hehe*
Gue nggak kesel sih, tapi cukup merasa tersindir aja. Kondisinya itu saya sedang serius nanya ke teman saya kira-kira boleh nggak ya kalau misalkan membahas tentang kesehatan mental. Eh dia malah bercandain omongan saya. Ya karena dianya juga bercanda, saya juga ketawa aja nanggepinnya hehe tapi tetep aja cukup membuat saya tersentak dan saat itu berpikir, "Emang seburuk itu ya kalau bahas kesehatan mental? Kenapa sih orang-orang semeremehkan itu terhadap kasus kesehatan mental?".
Hal-hal kayak gini nggak cuma gue temuin satu dua kali aja sih, udah beberapa kali dan gue juga udah coba untuk menulis di platform lain tanpa ada isi dari kisah gue. Tapi terus gue merasa bahwa sharing yang isinya apa yang udah pernah dialami itu rasanya bisa lebih diterima, orang jadi bisa belajar dari bentuk konkritnya. Jadi akhirnya yaudah deh ya Bismillah gue mau sharing sedikit tentang pandangan gue.
Orang yang udah kenal deket sama gue kayaknya pasti tau sih kalau gue cukup peduli sama isu seputar kesehatan mental (kalau kamu baru tau lewat tulisan ini, berarti mungkin kita memang tidak sedekat itu 😝 hahaha), khususnya seputar bullying. Salah dua yang cukup gue perhatikan adalah perihal Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan anxiety disorder. Keduanya memiliki hubungan sih emang hehe ini gue nemu artikel di internet yang berisi penjelasannya. Bisa klik di sini ya hehe.
Gue nggak punya kedua gangguan ini sih, Alhamdulillah masih dikasih sehat, tapi gue pernah mengalami kecemasan yang menurut gue berlebihan. Kalau baca di artikel-artikel yang menjelaskan tentang tanda-tanda dari gangguan kecemasan ini, gue belum masuk ke dalam kategori orang yang mengalami disorder sih kayaknya. The point is ketika gue mengalami kecemasan itu, gue ngerasa benar-benar terganggu. Gue takut, gue khawatir, gugup, sampai insecure terhadap lingkungan dan bahkan diri gue sendiri. Ketika lagi parah banget gue bisa sampai benci sama diri gue sendiri, sampe gue jijik malah sama diri sendiri, merasa rendah di dalam society, dan rasanya mau nyemplungin diri aja gitu ke dalam danau. No, bukan suicidal sih hehe tapi lebih ke pengen menyelam aja gitu menghilang dari lingkungan. Apalagi ketika lingkungan itu lah yang menjadi trigger untuk kecemasan yang gue alami.
Untuk yang udah cukup lama kenal sama gue (more than four years maybe), harusnya sih tau pemicu-pemicunya seperti apa. Buat yang baru beberapa tahun atau bahkan beberapa bulan kenal sama gue, bisa jadi sangat tidak percaya kalau gue bisa jadi sangat tertutup, bahkan hasil tes MBTI gue pernah menunjukkan bahwa gue introvert lho hahaha (I know you won't believe it. Me? Introvert? Nah. But, believe me, I was (or am?) Hehe). Intinya sih kecemasan dan insecure ini benar-benar memengaruhi tingkah laku dan gimana gue bersikap terhadap lingkungan. Yang paling parah adalah karena pengaruhnya itu terhadap kondisi psikologis gue, jadi suka suudzon bahkan ke hal-hal kecil hahaha, dan itu sangat melelahkan.
Untuk yang udah cukup lama kenal sama gue (more than four years maybe), harusnya sih tau pemicu-pemicunya seperti apa. Buat yang baru beberapa tahun atau bahkan beberapa bulan kenal sama gue, bisa jadi sangat tidak percaya kalau gue bisa jadi sangat tertutup, bahkan hasil tes MBTI gue pernah menunjukkan bahwa gue introvert lho hahaha (I know you won't believe it. Me? Introvert? Nah. But, believe me, I was (or am?) Hehe). Intinya sih kecemasan dan insecure ini benar-benar memengaruhi tingkah laku dan gimana gue bersikap terhadap lingkungan. Yang paling parah adalah karena pengaruhnya itu terhadap kondisi psikologis gue, jadi suka suudzon bahkan ke hal-hal kecil hahaha, dan itu sangat melelahkan.
Sejak saat itu lah gue mulai tertarik sama yang namanya kesehatan mental. Awalnya gue juga awam kok, menganggap kalau yang ngalamin ketidaksehatan mental itu pasti orang gila. Gue pengen tau sebenernya kenapa sih sama gue? Apa yang salah? Akhirnya gue coba cari-cari dulu di internet (kok nggak langsung ke psikolog? Mohon maaf nih biayanya kan nggak murah ya, dangadong hepeng kalo kata orang Medan ehehe). Nah, hasil dari gue mencari, dan melihat beberapa postingan orang-orang di sosial media juga, gue mendapatkan kesimpulan serta keyakinan bahwa kesehatan mental itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Bahkan sebenarnya lebih penting sih menurut gue, karena mental yang sakit akan membuat fisiknya sakit juga (trust me, the pain is real).
Apa sih sebenernya mental health itu? Ini gue dapet dari sebuah sumber yang InsyaAllah terpercaya dari internet. Bisa lihat selengkapnya di sini.
Di atas gue bilang kan kalau mental yang sakit itu bisa membuat fisik sakit juga, nah ini gue nemu web yang sedikit menjelaskan hal itu. Bisa di lihat di sini dan bisa juga di sini ya hehe. Ini juga ada sedikit penjelasan pengaruh dari kesehatan mental ke kesehatan fisik yang gue temuin di internet. Kalo yang ini, bisa dicek lengkpanya di sini ya hehe.
Gue juga pernah sebenernya berkomentar seperti itu, tapi sekarang kita udah sama-sama tau kan kalau itu kurang baik hehe. Kenapa bisa kurang baik? Karena efek dari komentar itu terhadap orang yang bercerita bisa jadi mendalam dan apa yang kita komentari benar-benar tidak membantu menyelesaikan masalahnya sedikit pun. Maksud saya, ketika seseorang bercerita kepada kita pasti ada maksud yang dia inginkan. Jika tidak bisa membantu memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah yang dia punya, setidaknya yuk kita belajar untuk menjadi teman yang "mendengarkan". Bukan sekedar masuk kuping kanan keluar kuping kiri, tapi benar-benar ada di sana untuk mendengar apa yang dia rasakan, menjadi teman dan support system baginya.
Gue pernah juga mengalami kondisi di mana ketika gue sedang mengalami kecemasan dan mencoba bercerita kepada teman gue, reaksinya "ah elah lebay dah lu". Hehehe ya maksudnya dia baik sih supaya gue bisa lebih berpikir positif dan membuang negativity yang sedang menyerang, tapi sejujurnya sakit sih digituin. Maksud gue gini, kondisi gue saat itu hanya sedang butuh untuk didengarkan dan meminta motivasi positif, saya hanya minta tolong untuk dibantu melihat bahwa sebenarnya masih ada banyak sisi positif dalam kehidupan saya. Reaksi negatif yang menurut saya menjatuhkan seperti komentar di atas malah membuat negativity itu bertambah dan memperburuk keadaan karena menambah "daftar keburukan" dalam hidup saya yang membuat saya semakin cemas, saya jadi menambahkan karakter "gue lebay orangnya" ke dalam daftar keburukan hidup saya. It didn't help at all.
There is another story of my friend. Awal kenal dia termasuk orang yang terlihat cukup ceria. Lambat laun mulai menjadi orang tertutup. Bahkan sampai pada kondisi dia sering mangkir dari tanggungjawabnya, padahal tanggung jawab itu juga memiliki efek besar terhadap masa depan dirinya sendiri. Gue juga sempat denger kalau dia sering mengalami insomnia berhari-hari, sulit tidur, sulit makan, bahkan tidak bergairah dan stres. Sampai pada akhirnya gue mengetahui bahwa dia pergi ke psikolog untuk mencari bantuan. Gue bersyukur sebenernya, Alhamdulillah dia mendapat pertolongan yang dibutuhkan dan belum terlalu terlambat untuk memperbaiki masalah yang sedang dia alami. Di sisi lain, gue sedih. Bagaimana bisa gue sebagai temannya tidak melihat perubahan yang dialami? Bagaimana bisa gue sebagai temannya tidak menjadi "teman" yang dia butuhkan di masa sulitnya, tidak bisa membantunya menguatkan diri? Lalu, akhirnya gue sadar bahwa mungkin banyak kata-kata gue yang tidak membantu tapi malah memperburuk keadaannya, jadi dia menyerah untuk bercerita kepada teman-temannya.
Dari situ gue sadar, setidaknya sebagai seorang teman seharusnya kita bisa menjadi support system yang membantu untuk at least tidak memperparah keadaan yang dia alami, jikalau kita tidak memiliki cukup kemampuan untuk memberi pertolongan dalam hidup dia. Ini lah juga alasan lain kenapa saya cukup tertarik terhadap isu kesehatan mental, to be a good friend I need. Kita nggak bisa memaksa orang untuk berubah sesuai keinginan kita kan? Tapi kita bisa merubah diri kita untuk menjadi sosok yang kita butuhkan, agar orang lain tidak merasakan juga apa yang kita rasakan, supaya orang lain bisa mendapat bagian kisah hidup yang lebih baik. Dan saya percaya bahwa dunia ini bergerak akibat adanya aksi-reaksi, ketika kita membantu orang maka suatu saat akan ada yang juga membantu kita saat kita membutuhkannya.
Nah, jadi intinya sih gue mau mengajak untuk sama-sama lebih aware terhadap kesehatan mental ini hehe. Kesehatan mental bukan sesuatu yang harus dicibir dan dianggap aib kok. Yang harusnya dianggap aib tuh ketika kita melakukan dosa semisal korupsi dan berbuat zina, nah ini baru aib hehe.
Kalau pun tidak terlalu tertarik terhadap isu ini, it's okay. Semua orang punya ketertarikan masing-masing. Tapi, setidaknya yuk sama-sama menciptakan lingkungan yang baik bagi semua orang. Please, be kind to everyone! Gue juga msh susah sih, tapi yang susah bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan, bukan?
Yuk, sama-sama bersikap baik pada sesama cause we don’t know what bad experiences they’ve been through, we have no idea if they get traumatic condition due to it. Jangan sampai apa yg kita lakukan dan/atau kita ucapkan padanya menjadi pemicu terhadap trauma yang pernah dia alami. Jangan juga memberikan cibiran dan komentar negatif, jadi lah pendengar kalau memang tidak bisa membantu memberikan solusi atau menolongnya melewati apa yang sedang dia hadapi, cause we'll never know how hard it is for them.
Let’s spread the positivity cause the world has full of negativity! :)
Apa sih sebenernya mental health itu? Ini gue dapet dari sebuah sumber yang InsyaAllah terpercaya dari internet. Bisa lihat selengkapnya di sini.
Mental health includes our emotional, psychological, and social well-being. It affects how we think, feel, and act. It also helps determine how we handle stress, relate to others, and make choices. Mental health is important at every stage of life, from childhood and adolescence through adulthood.Terus kenapa sih kesehatan mental ini penting menurut gue? Ditulisan di atas juga dibilang kalau ini penting pada setiap tahap kehidupan kita mulai dari kecil sampai dewasa. Apa pentingnya sih untuk aware sama hal kayak gini?
Di atas gue bilang kan kalau mental yang sakit itu bisa membuat fisik sakit juga, nah ini gue nemu web yang sedikit menjelaskan hal itu. Bisa di lihat di sini dan bisa juga di sini ya hehe. Ini juga ada sedikit penjelasan pengaruh dari kesehatan mental ke kesehatan fisik yang gue temuin di internet. Kalo yang ini, bisa dicek lengkpanya di sini ya hehe.
Excessive anxiety and stress can contribute to physical problems such as heart disease, ulcers, and colitis. Anxiety and stress can also reduce the strength of the immune system, making people more vulnerable to conditions ranging from the common cold to cancer.Nah, selain alasan kesehatan, kalau menurut gue, salah satu bentuk positif dari peduli terhadap kesehatan mental ini adalah kita jadi bisa lebih berempati sama orang. Kita jadi tidak mudah merendahkan cerita mereka. Misal, gue pernah ketemu kondisi di mana temen gue cerita tentang keluh kesahnya terhadap apa yang dia alami dan gimana kondisi psikisnya akibat keadaan itu. You know how my other friend react about that? Yap, "lebay banget sih lo", "yah elah gitu doang dipikirin sih", "emang deh lu suka melebihkan hal kayak gitu", "apaan sih lu berlebihan deh", dan beragam komentar 'menjatuhkan' lainnya.
Gue juga pernah sebenernya berkomentar seperti itu, tapi sekarang kita udah sama-sama tau kan kalau itu kurang baik hehe. Kenapa bisa kurang baik? Karena efek dari komentar itu terhadap orang yang bercerita bisa jadi mendalam dan apa yang kita komentari benar-benar tidak membantu menyelesaikan masalahnya sedikit pun. Maksud saya, ketika seseorang bercerita kepada kita pasti ada maksud yang dia inginkan. Jika tidak bisa membantu memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah yang dia punya, setidaknya yuk kita belajar untuk menjadi teman yang "mendengarkan". Bukan sekedar masuk kuping kanan keluar kuping kiri, tapi benar-benar ada di sana untuk mendengar apa yang dia rasakan, menjadi teman dan support system baginya.
Gue pernah juga mengalami kondisi di mana ketika gue sedang mengalami kecemasan dan mencoba bercerita kepada teman gue, reaksinya "ah elah lebay dah lu". Hehehe ya maksudnya dia baik sih supaya gue bisa lebih berpikir positif dan membuang negativity yang sedang menyerang, tapi sejujurnya sakit sih digituin. Maksud gue gini, kondisi gue saat itu hanya sedang butuh untuk didengarkan dan meminta motivasi positif, saya hanya minta tolong untuk dibantu melihat bahwa sebenarnya masih ada banyak sisi positif dalam kehidupan saya. Reaksi negatif yang menurut saya menjatuhkan seperti komentar di atas malah membuat negativity itu bertambah dan memperburuk keadaan karena menambah "daftar keburukan" dalam hidup saya yang membuat saya semakin cemas, saya jadi menambahkan karakter "gue lebay orangnya" ke dalam daftar keburukan hidup saya. It didn't help at all.
There is another story of my friend. Awal kenal dia termasuk orang yang terlihat cukup ceria. Lambat laun mulai menjadi orang tertutup. Bahkan sampai pada kondisi dia sering mangkir dari tanggungjawabnya, padahal tanggung jawab itu juga memiliki efek besar terhadap masa depan dirinya sendiri. Gue juga sempat denger kalau dia sering mengalami insomnia berhari-hari, sulit tidur, sulit makan, bahkan tidak bergairah dan stres. Sampai pada akhirnya gue mengetahui bahwa dia pergi ke psikolog untuk mencari bantuan. Gue bersyukur sebenernya, Alhamdulillah dia mendapat pertolongan yang dibutuhkan dan belum terlalu terlambat untuk memperbaiki masalah yang sedang dia alami. Di sisi lain, gue sedih. Bagaimana bisa gue sebagai temannya tidak melihat perubahan yang dialami? Bagaimana bisa gue sebagai temannya tidak menjadi "teman" yang dia butuhkan di masa sulitnya, tidak bisa membantunya menguatkan diri? Lalu, akhirnya gue sadar bahwa mungkin banyak kata-kata gue yang tidak membantu tapi malah memperburuk keadaannya, jadi dia menyerah untuk bercerita kepada teman-temannya.
Dari situ gue sadar, setidaknya sebagai seorang teman seharusnya kita bisa menjadi support system yang membantu untuk at least tidak memperparah keadaan yang dia alami, jikalau kita tidak memiliki cukup kemampuan untuk memberi pertolongan dalam hidup dia. Ini lah juga alasan lain kenapa saya cukup tertarik terhadap isu kesehatan mental, to be a good friend I need. Kita nggak bisa memaksa orang untuk berubah sesuai keinginan kita kan? Tapi kita bisa merubah diri kita untuk menjadi sosok yang kita butuhkan, agar orang lain tidak merasakan juga apa yang kita rasakan, supaya orang lain bisa mendapat bagian kisah hidup yang lebih baik. Dan saya percaya bahwa dunia ini bergerak akibat adanya aksi-reaksi, ketika kita membantu orang maka suatu saat akan ada yang juga membantu kita saat kita membutuhkannya.
Nah, jadi intinya sih gue mau mengajak untuk sama-sama lebih aware terhadap kesehatan mental ini hehe. Kesehatan mental bukan sesuatu yang harus dicibir dan dianggap aib kok. Yang harusnya dianggap aib tuh ketika kita melakukan dosa semisal korupsi dan berbuat zina, nah ini baru aib hehe.
Kalau pun tidak terlalu tertarik terhadap isu ini, it's okay. Semua orang punya ketertarikan masing-masing. Tapi, setidaknya yuk sama-sama menciptakan lingkungan yang baik bagi semua orang. Please, be kind to everyone! Gue juga msh susah sih, tapi yang susah bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan, bukan?
Yuk, sama-sama bersikap baik pada sesama cause we don’t know what bad experiences they’ve been through, we have no idea if they get traumatic condition due to it. Jangan sampai apa yg kita lakukan dan/atau kita ucapkan padanya menjadi pemicu terhadap trauma yang pernah dia alami. Jangan juga memberikan cibiran dan komentar negatif, jadi lah pendengar kalau memang tidak bisa membantu memberikan solusi atau menolongnya melewati apa yang sedang dia hadapi, cause we'll never know how hard it is for them.
Let’s spread the positivity cause the world has full of negativity! :)
Comments
Post a Comment