Working Mom VS Stay at Home Mom #5 - Why I Choose It
Edited - Photo Source |
Hai!
Finally sampai juga pada postingan terakhir dari tema yang gue tulis kali ini, yeay! Hahaha
Dari empat postingan sebelumnya, semoga tidak ada kesalahpahaman yang terjadi antara kita yaaa hehe. Kalau ada, boleh disampaikan kok langsung ke gue, sila personal chat gue di sosial media mana pun yang dirasa nyaman hehehe. Atau kalau mau ngobrol langsung juga boleh kalau kurang puas diskusi lewat perantara teknologi hehe. Gue akan terbuka dengan kritik dan saran juga InsyaAllah.
Oke, yuk mulai. Ah, sebelumnya gue mau memberi peringatan dulu bahwa postingan kali ini sepertinya 90% akan dipenuhi dengan curahan hati gue pribadi HAHAHAHA. Jadi, akan banyak opini yang benar-benar hasil pemikiran gue sendiri juga sih. Kalau takut tidak sanggup menahan godaan untuk julid karena gerah melihat gue curhat melulu, boleh di close sekarang ya hehehe.
Di postingan pertama gue udah menyatakan pilihan gue, kalau ada yang lupa atau belum baca bisa cek di #1 - Intro pilihan gue apa hehe. Pembahasan kenapa gue memilih itu akan gue mulai dari penjelasan gue tentang lebih keren mana sih sebenernya menjadi working mom atau stay at home mom. And my answer is.................keduanya! Seperti yang kita tahu bukan bahwa setiap pilihan pasti punya konsekuensinya masing-masing dan setiap hal di dunia ini punya plus minus masing-masing juga. Di postingan gue sebelum ini yang #4 - The Versus, gue sudah mencoba untuk menjabarkan hal itu, menjelaskan beberapa kondisi yang dipermasalahkan pada kedua kubu tersebut.
Salah satu kubu keren karena bisa membagi waktunya untuk semua amanah yang ada dalam kehidupannya, dengan catatan semua yang dilakukan diniatkan untuk beribadah dan meraih tujuan utama kita. Tujuan utama kita apa? Bisa dibaca ulang nih postingan kedua gue hehehe #2 - Fitrah Seorang Wanita. Kubu yang satunya juga keren karena bisa mencurahkan sepenuhnya tenaga, waktu, dan pikirannya untuk menyenangkan seluruh keluarga kecilnya tersebut, tentu dengan syarat yang sama ya diniatkan untuk beribadah dan meraih tujuan utama hidup kita.
Gue udah cerita kan ya di postingan keempat bahwa mama adalah seorang working mom. Tidak jarang gue dulu merasa iri pada teman-teman gue yang ibunya tidak bekerja seperti mama. Bahkan gue merasa sedih dan hampir merasa bahwa mama menelantarkan gue ketika gue ngobrol sama temen gue yang menceritakan tentang perubahan hidupnya yang signifikan ketika ibunya berhenti bekerja. Gue sempat merasa bahwa banyak perhatian yang seharusnya bisa gue dapatkan jadi tidak gue dapatkan dalam kadar yang gue inginkan karena mama bekerja. Gue juga sempat merasa bahwa mama tidak maksimal dalam mendidik dan mengasuh gue dan adik gue, sampai pada akhirnya gue mencapai suatu titik di mana gue berpikir untuk menjadi ibu rumah tangga aja dan "balas dendam" atas apa yang tidak gue dapatkan dari mama ke anak gue yaitu perhatian penuh 24/7 dan didikan Islami sepenuhnya sesuai syariat.
Salah satu kubu keren karena bisa membagi waktunya untuk semua amanah yang ada dalam kehidupannya, dengan catatan semua yang dilakukan diniatkan untuk beribadah dan meraih tujuan utama kita. Tujuan utama kita apa? Bisa dibaca ulang nih postingan kedua gue hehehe #2 - Fitrah Seorang Wanita. Kubu yang satunya juga keren karena bisa mencurahkan sepenuhnya tenaga, waktu, dan pikirannya untuk menyenangkan seluruh keluarga kecilnya tersebut, tentu dengan syarat yang sama ya diniatkan untuk beribadah dan meraih tujuan utama hidup kita.
Gue udah cerita kan ya di postingan keempat bahwa mama adalah seorang working mom. Tidak jarang gue dulu merasa iri pada teman-teman gue yang ibunya tidak bekerja seperti mama. Bahkan gue merasa sedih dan hampir merasa bahwa mama menelantarkan gue ketika gue ngobrol sama temen gue yang menceritakan tentang perubahan hidupnya yang signifikan ketika ibunya berhenti bekerja. Gue sempat merasa bahwa banyak perhatian yang seharusnya bisa gue dapatkan jadi tidak gue dapatkan dalam kadar yang gue inginkan karena mama bekerja. Gue juga sempat merasa bahwa mama tidak maksimal dalam mendidik dan mengasuh gue dan adik gue, sampai pada akhirnya gue mencapai suatu titik di mana gue berpikir untuk menjadi ibu rumah tangga aja dan "balas dendam" atas apa yang tidak gue dapatkan dari mama ke anak gue yaitu perhatian penuh 24/7 dan didikan Islami sepenuhnya sesuai syariat.
Di posisi itu lah gue mulai galau dan seperti yang gue ceritakan di awal bahwa ini mulai terjadi sekitar 1 tahun lalu. Keinginan gue masih terombang-ambing di antara kedua pilihan itu, sampai gue pusing sendiri dan gelisah (ya padahal kan pilihan ini juga bakal tergantung suami gue ya, suaminya aja belom ada kan WKWKWKWK). Titik terparahnya adalah ketika gue mulai tidak bersyukur dengan keadaan yang Allah SWT gariskan pada hidup gue, gue juga jadi sebel banget sama mama padahal ya bukan salah mama sepenuhnya juga karena belakangan gue baru tau ternyata ada pengorbanan-pengorbanan dan perjuangan yang mama lakukan juga dalam kehidupannya yang berefek pada kehidupan gue juga.
Kenapa gue galau? Karena ternyata sisi gue yang satunya masih belum terima untuk sepenuhnya menjadi seorang ibu rumah tangga haha. Dari kecil udah "didoktrin" untuk menjadi seorang working mom dan pun gue melihat ada banyak keuntungan juga kok memiliki mama yang working mom. Salah satu yang bisa gue rasakan banget adalah gue nggak perlu mikir berkali-kali kalau mau minta sesuatu ke mama karena ya mama juga toh megang uang sendiri juga. Kalau kalian pernah liat boneka panda besar gue, itu dikasih sama mama tanpa ada sangkut-paut uang dari papa. Kalau jalan ke mall atau lagi ke mana pun, bisa dengan enak minta beli makan karena mama nggak perlu pusing misahin mana uang belanja bulanan mana yang untuk "senang-senang". Atau kayak waktu pengumuman SNMPTN dulu, gue ditolak dan nangis sejadinya, berasa kayak orang patah hati dah waktu itu wkwkwk. Karena ngeliat gue segitu sedihnya, mama ngajak gue jalan dan nawarin mau beli apa aja dengan enteng, mulai dari nonton, makan, sampai jajan. Sayangnya ya namanya juga lagi sedih kan ya gue jadi nggak nafsu juga untuk ngapa-ngapain wkwkwk.
Hal lain yang bisa dibilang menguntungkan adalah karena mama bisa membantu kondisi keuangan. Namanya juga hidup kan ya, kadang di atas dan kadang di bawah. Ketika papa sedang mengalami masa di bawahnya, bahkan ketika benar-benar hampir nggak punya apa-apa, mama masih bisa bantu papa pelan-pelan ya meski kuantitasnya tidak bisa sebesar yang dihasilkan papa tapi setidaknya bisa mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari ditambah lagi kebutuhan anak-anaknya yang masih dalam proses menuntut ilmu. Ini juga lah salah satu alasan kenapa gue merasa bahwa setiap wanita tetap harus mandiri, harus punya penghasilannya sendiri juga.
Bukan berarti abis itu para pria jadi enak dan leha-leha ya! Uang suami adalah miliknya dan keluarganya, uang istri ya uang istri hahaha. Ini gue nulis bukan karena memihak kaum wanita ya, tapi sepemahaman gue memang begitu aturannya bahwa sebenernya para suami nggak punya hak apa pun atas penghasilan istrinya. Ini bahasan lain deh ya, takut panjang wkwkwk.
Lanjut ya. Kita juga nggak pernah tahu kan siapa yang akan berpulang duluan, entah si suami atau si istri. Kalau suami pulang duluan gimana? "Ada Allah kok", YHA IYA SIH, tapi kan kita juga tetap harus berusaha sebagai manusia. Kalau kondisinya tiba-tiba jatuh seperti itu, gue sejujurnya tidak kebayang sih akan jadi gimana gue, akan sedepresi apa. Maka, menurut gue, salah satu jalan untuk setidaknya mengurangi efek tidak menyenangkan tersebut adalah tetap memiliki pekerjaan sebagai "pegangan" kalau tiba-tiba ada hal di luar kendali kita seperti itu kan.
Tapi, tentu semua itu balik ke hasil diskusi bersama dengan mamas suamik masing-masing ye kan. Setidaknya gue mencoba memberikan beberapa pandangan dan alasan kenapa harus milih A atau kenapa B atau sebetulnya ada pilihan C hehehehe. Bisa dibicarakan oleh mamas masing-masing saja ya. Nah, ngomongin soal diskusi dengan mamas suamik, di postingan kedua gue (#2 - Fitrah Seorang Wanita) telah gue singgung tentang ketaatan dan penghormatan istri terhadap suaminya yang dapat diwujudkan dalam 11 sikap menurut buku Ternyata Wanita Lebih Mudah Masuk Surga. Sekarang gue mau mencoba untuk menjabarkan apa yang dijelaskan dalam buku tersebut perihal menjadi wanita karir, Bismillah.
Sebelumnya gue mau mengingatkan kembali tentang tujuan utama hidup kita, itu yang harus dipahami dan dipegang teguh dalam melakukan setiap tindakan ya. Nah, menaati suami adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut. Pada dasarnya seorang wanita dianjurkan untuk tetap berada di dalam rumah, namun bukan berarti seorang suami benar-benar tidak boleh mengizinkan istrinya untuk keluar rumah. Bukan begitu, Ferguso! Aduh bahasan ini perlu dibahas dengan beberapa bahasan lain, jadi langsung ke intinya aja ya bahwa sebenarnya seorang suami bisa memperbolehkan istrinya ke luar rumah kok apalagi dalam urusan beribadah dan menuntut ilmu. Kalau kerja gimana? Nah, ada beberapa kondisi kuat yang bisa menjadi penyebab kebutuhan seorang wanita bekerja, yaitu:
Dari ketiga kondisi tersebut yang dirasa bahwa tidak bisa untuk ditinggalkan begitu saja, maka seorang suami boleh mengizinkan istrinya bekerja dan sang istri berhak untuk meminta izin dengan memiliki alasan kuat yang baik. Tapi, tetep ingat ya, harus diniatkan untuk beribadah dan demi mencapai tujuan utama dalam hidup kita hehehe.
Kalau masih ada yang kekeuh bilang bahwa sejatinya seorang muslimah yang baik itu ya jadi ibu rumah tangga aja, sini yuk aku mau kasih beberapa daftar nama sahabiyah pada zaman Rasulullah SAW yang bekerja dan memiliki peran di masyarakat hehehe. Ini hasil membaca dari buku Ternyata Wanita Lebih Mudah Masuk Surga dan mendengar talkshow nya Ummu Balqis pada acara UI Islamic Book Fair bulan kemarin ya hehe.
Kenapa gue galau? Karena ternyata sisi gue yang satunya masih belum terima untuk sepenuhnya menjadi seorang ibu rumah tangga haha. Dari kecil udah "didoktrin" untuk menjadi seorang working mom dan pun gue melihat ada banyak keuntungan juga kok memiliki mama yang working mom. Salah satu yang bisa gue rasakan banget adalah gue nggak perlu mikir berkali-kali kalau mau minta sesuatu ke mama karena ya mama juga toh megang uang sendiri juga. Kalau kalian pernah liat boneka panda besar gue, itu dikasih sama mama tanpa ada sangkut-paut uang dari papa. Kalau jalan ke mall atau lagi ke mana pun, bisa dengan enak minta beli makan karena mama nggak perlu pusing misahin mana uang belanja bulanan mana yang untuk "senang-senang". Atau kayak waktu pengumuman SNMPTN dulu, gue ditolak dan nangis sejadinya, berasa kayak orang patah hati dah waktu itu wkwkwk. Karena ngeliat gue segitu sedihnya, mama ngajak gue jalan dan nawarin mau beli apa aja dengan enteng, mulai dari nonton, makan, sampai jajan. Sayangnya ya namanya juga lagi sedih kan ya gue jadi nggak nafsu juga untuk ngapa-ngapain wkwkwk.
Hal lain yang bisa dibilang menguntungkan adalah karena mama bisa membantu kondisi keuangan. Namanya juga hidup kan ya, kadang di atas dan kadang di bawah. Ketika papa sedang mengalami masa di bawahnya, bahkan ketika benar-benar hampir nggak punya apa-apa, mama masih bisa bantu papa pelan-pelan ya meski kuantitasnya tidak bisa sebesar yang dihasilkan papa tapi setidaknya bisa mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari ditambah lagi kebutuhan anak-anaknya yang masih dalam proses menuntut ilmu. Ini juga lah salah satu alasan kenapa gue merasa bahwa setiap wanita tetap harus mandiri, harus punya penghasilannya sendiri juga.
Bukan berarti abis itu para pria jadi enak dan leha-leha ya! Uang suami adalah miliknya dan keluarganya, uang istri ya uang istri hahaha. Ini gue nulis bukan karena memihak kaum wanita ya, tapi sepemahaman gue memang begitu aturannya bahwa sebenernya para suami nggak punya hak apa pun atas penghasilan istrinya. Ini bahasan lain deh ya, takut panjang wkwkwk.
Lanjut ya. Kita juga nggak pernah tahu kan siapa yang akan berpulang duluan, entah si suami atau si istri. Kalau suami pulang duluan gimana? "Ada Allah kok", YHA IYA SIH, tapi kan kita juga tetap harus berusaha sebagai manusia. Kalau kondisinya tiba-tiba jatuh seperti itu, gue sejujurnya tidak kebayang sih akan jadi gimana gue, akan sedepresi apa. Maka, menurut gue, salah satu jalan untuk setidaknya mengurangi efek tidak menyenangkan tersebut adalah tetap memiliki pekerjaan sebagai "pegangan" kalau tiba-tiba ada hal di luar kendali kita seperti itu kan.
Tapi, tentu semua itu balik ke hasil diskusi bersama dengan mamas suamik masing-masing ye kan. Setidaknya gue mencoba memberikan beberapa pandangan dan alasan kenapa harus milih A atau kenapa B atau sebetulnya ada pilihan C hehehehe. Bisa dibicarakan oleh mamas masing-masing saja ya. Nah, ngomongin soal diskusi dengan mamas suamik, di postingan kedua gue (#2 - Fitrah Seorang Wanita) telah gue singgung tentang ketaatan dan penghormatan istri terhadap suaminya yang dapat diwujudkan dalam 11 sikap menurut buku Ternyata Wanita Lebih Mudah Masuk Surga. Sekarang gue mau mencoba untuk menjabarkan apa yang dijelaskan dalam buku tersebut perihal menjadi wanita karir, Bismillah.
Sebelumnya gue mau mengingatkan kembali tentang tujuan utama hidup kita, itu yang harus dipahami dan dipegang teguh dalam melakukan setiap tindakan ya. Nah, menaati suami adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut. Pada dasarnya seorang wanita dianjurkan untuk tetap berada di dalam rumah, namun bukan berarti seorang suami benar-benar tidak boleh mengizinkan istrinya untuk keluar rumah. Bukan begitu, Ferguso! Aduh bahasan ini perlu dibahas dengan beberapa bahasan lain, jadi langsung ke intinya aja ya bahwa sebenarnya seorang suami bisa memperbolehkan istrinya ke luar rumah kok apalagi dalam urusan beribadah dan menuntut ilmu. Kalau kerja gimana? Nah, ada beberapa kondisi kuat yang bisa menjadi penyebab kebutuhan seorang wanita bekerja, yaitu:
- Ada tuntunan beban hidup di mana sang istri diperlukan untuk membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarganya, dan anak-anaknya.
- Sebagai aktualisasi diri karena sebelum menikah telah memiliki keahlian tertentu dan posisi karir yang cukup baik, meskipun keadaannya sang suami juga sudah berada dalam kondisi yang mapan. Untuk alasan ini biasanya karena keahliannya masih sedikit ada di lingkungan sekitarnya, namun masih sangat dibutuhkan.
- Tuntunan masyarakat demi kebermanfaatan bersama, semisal profesi pendidik dan tenaga medis.
Dari ketiga kondisi tersebut yang dirasa bahwa tidak bisa untuk ditinggalkan begitu saja, maka seorang suami boleh mengizinkan istrinya bekerja dan sang istri berhak untuk meminta izin dengan memiliki alasan kuat yang baik. Tapi, tetep ingat ya, harus diniatkan untuk beribadah dan demi mencapai tujuan utama dalam hidup kita hehehe.
Kalau masih ada yang kekeuh bilang bahwa sejatinya seorang muslimah yang baik itu ya jadi ibu rumah tangga aja, sini yuk aku mau kasih beberapa daftar nama sahabiyah pada zaman Rasulullah SAW yang bekerja dan memiliki peran di masyarakat hehehe. Ini hasil membaca dari buku Ternyata Wanita Lebih Mudah Masuk Surga dan mendengar talkshow nya Ummu Balqis pada acara UI Islamic Book Fair bulan kemarin ya hehe.
- Siti Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah SAW, dikenal sebagai bussiness woman yang handal dan wanita terkaya di Jazirah Arab.
- Ummu Salim binti Milham, menekuni bidang tata rias pengantin.
- Zainab binti Jahsy, memiliki profesi sebagai penyamak kulit binatang.
- Al-Syifa', seorang wanita yang pandai menulis berprofesi sebagai seorang sekretaris dan pernah diangkat oleh Khalifah Umar bin Khathab sebagai Kepala Pasar Madinah.
- Raithah, istri Abdullah bin Mas'ud, sama seperti ibunda Khadijah yaitu seorang wanita pengusaha yang handal di bidangnya.
- Shafiyah binti Huyay, istri Rasulullah SAW yang pernah menjadi perawat dan bidan.
- Qilat Ummi Bani Ammar, seorang konsultan dalam bidang tata niaga dan perdagangan.
- Aisyah binti Abu Bakar, istri Rasulullah SAW, menjadi "pengajar" dan "konsultan" ummat sepeninggal Rasulullah SAW meninggal dunia khususnya dalam menyelesaikan masalah rumah tangga dan masalah seputar wanita. Beliau juga pernah ikut andil dalam Perang Jamal.
- Shaykhah Shunda, seorang ahli statistika muslimah pertama, pernah diangkat menjadi penasihat negara bahkan pernah ikut andil menjadi penasihat strategi perang.
- Ummi Sulaiman, seorang guru bagi anak-anak kecil pertama dalam Islam.
- Rufaidah, seorang pendiri rumah sakit dan palang merah pertama di zaman Rasulullah SAW.
Nah, bisa dilihat bahwa sejarah mencatat banyak wanita yang memiliki kontribusi pada masyarakat dan memiliki pekerjaan bahkan setelah menikah. Dalam talkshow waktu itu, Ummu Balqis berkata bahwa dalam menentukan pilihan untuk memilih menjadi seorang working mom, maka hal paling penting yang harus dilakukan setelah mendapat izin dari suami adalah meluruskan niat. Jangan memilih bekerja hanya karena gengsi semata. Ummu Balqis juga mengatakan bahwa muslimah juga memang harus bisa mandiri secara finansial, harus bisa bantu suaminya menabung karena kebutuhan rumah tangga itu sedikit. Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang bukan? Hehe.
Bahkan dalam menjalan ibadah pun kita butuh uang. Haji butuh uang, umrah juga, berqurban apalagi, bahkan dalam rumah tangga seperti halnya membeli rumah juga butuh uang yang tidak sedikit karena kita nggak mungkin beli rumah yang hanya memiliki 1 kamar (ketika anak sudah berumur 7 tahun, maka kamar anak harus dipisah masing-masing sesuai gender, yang jenis kelaminnya sama pun sudah tidak boleh berada dalam 1 kasur dan selimut yang sama, mereka harus punya kasur masing-masing). Selain itu, niatkan bekerja agar lebih mudah dan bisa lebih banyak kuantitasnya dalam bersedekah. Fokuskan juga bahwa kita bekerja untuk memberikan kontribusi dan kebermanfaatan seluas-luasnya bagi masyarakat luas. Luruskan niat dalam bekerja untuk menghasilkan value of life seluasnya, not just about earning money.
Nah, sampai sini kira-kira udah nangkep belum kenapa gue memilih pilihan gue? Hehehe
Lanjut ya, sebenernya working mom di mata gue itu gimana sih? Menurut gue, berdasarkan landasan keterangan di atas dan alasan-alasan dasar yang membuat gue kekeuh merasa bahwa being a working mom is a must, working mom adalah seorang wanita yang telah menikah dan memiliki anak yang tetap bekerja untuk bisa mencapai kemandirian finansial demi memenuhi tujuan utama hidupnya. NAH, sampai pada kalimat terakhir di atas, gue belum pernah menyinggung kan sebenarnya di mata gue "bekerja" itu seperti apa? Karena pengertian working mom itu tujuannya untuk kemandirian finansial, maka tentu melakukan kegiatan apa pun yang dapat menghasilkan uang itu bisa disebut sebagai bekerja. Masalah lokasi kerjanya di mana itu lah yang seharusnya bisa ditoleransikan.
Kegalauan gue mikir mau memilih working mom atau stay at home mom menuntun gue pada pilihan selanjutnya, kenapa nggak lakukan keduanya aja? HAHAHA maaf ya gue memang kadang suka "rakus". Karena gue berpikir kenapa harus memilih ketika bisa melakukan keduanya? Maka gue memilih itu. Menjadi ibu rumah tangga yang berdiam diri di rumah bukan berarti tidak bisa bekerja dan mencapai kemandirian finansial. Jaman sekarang juga udah banyak kok pekerjaan yang bisa dilakukan secara remote. Coba deh yuk kita googling sama-sama tentang itu hehehe.
Yap. Jadi, begitu lah. Nangkep kan ya maksud gue dari postingan pertama sampai terakhir ini? Semoga apa yang gue jabarkan tidak membuat pusing ya hehe. Kalau masih bingung, boleh baca-baca lagi nih beberapa postingan sebelumnya HEHEHE:
1. Intro (#1)
2. Fitrah Seorang Wanita (#2)
3. Isu Kesetaraan Gender dan Feminisme (#3)
4. The Versus (#4)
Sekian dari gue, terimakasih sudah membaca postingan ini. Apalagi yang sudah mau menyediakan waktunya membaca penjabaran gue di semua postingan, terima kasih banyak!
Have a nice day! And Happy Mother's Day to all wonderful mom!
Comments
Post a Comment